Kata tabayyun berasal dari akar kata dalam bahasa Arab: tabayyana – yatabayyanu - tabayyunan,
yang berarti mencari kejelasan hakekat suatu fakta dan informasi atau
kebenaran suatu fakta dan informasi dengan teliti, seksama dan
hati-hati.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa tabayyun berarti pemahaman atau penjelasan. Dengan demikian, tabayyun adalah usaha untuk memastikan dan mencari kebenaran dari sebuah fakta dan informasi sehingga isinya dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Allah SWT berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi [berperang] di jalan
Allah, maka lakukanlah tabayyun (telitilah) dan janganlah kamu
mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan
seorang mu’min” [lalu kamu membunuhnya], dengan maksud mencari harta
benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak.
Begitu jugalah keadaan kamu dahulu lalu Allah menganugerahkan
ni’mat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (Al-Qur’an, Surah An-Nisa, Ayat 94).
Dari aspek bahasa, kata tabayyun memiliki 3 pengertian yang berdekatan seperti berikut :
1) Mencari kejelasan suatu masalah hingga tersingkap dengan jelas kondisi yang
2) Mempertegas hakikat sesuatu.
3) Berhati-hati terhadap sesuatu dan tidak tergesa-gesa.
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ
بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا
عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (الحجرات : 6)
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al Hujurat 6)
Pengertian tabayyun
dalam ayat tersebut bisa dilihat antara lain dalam Tafsir Al-Qur’an
Departemen Agama, 2004. Kata itu merupakan fiil amr untuk jamak, dari
kata kerja tabayyana, masdarnya at-tabayyun, yang artinya
adalah mencari kejelasan hakekat suatu fakta dan informasi atau
kebenaran suatu fakta dan informasi dengan teliti, seksama dan hati-hati
(tidak tergesa-gesa).
Menurut Istilah Syara’
Tabayyun adalah Ketidakhati-hatian terhadap informasi yang beredar
terkait dengan kaum muslimin tanpa didasari dengan pemahaman yang
mendalam. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut :
{إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ
بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا
وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (النور :15)}
(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke
mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui
sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal
dia pada sisi Allah adalah besar. (An Nur 15)
Firman Allah dalam surat An Nur 15 itu sendiri merupakan penjelasan
terhadap peristiwa hadistul ifki (berita bohong) berupa fitnah keji yang
dihembuskan oleh Abdullah bin Ubay seorang dedengkot munafik kepada
Aisyah Radhiallahu ‘Anha. Dan kemudian Allah memberikan petunjuk bahwa
Aisyah suci dari segala fitnah, dan juga petunjuk bagaimana sikap yang
harus diambil untuk menghadapi fitnah.
Pengertian lebih mendalam dari tabayyun adalah melakukan penelitian.
Yaitu suatu kegiatan yang berupaya mendalami dan memecahkan suatu
persoalan dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan. Ciri metodologi
yang lazim dalam dunia ilmu pengetahuan bisa sebutkan di sini:
- Rasional; berpijak pada cara berpikir rasional.
- Obyektif; apapun yang ditelaah atau kaji harus sesuai dengan objeknya.
- Empiris; obyek yang dikaji merupakan realitas atau kenyataan yang dialami manusia.
- Kebenaran atau simpulannya bisa diuji. Bahwa kebenaran teori-teori atau hukum yang diperoleh melalui proses analisa, harus sanggup diuji oleh siapa saja.
- Sistematis, semua unsur dalam proses kajian harus menjadi kebulatan yang konsisten.
- Bebas; dalam penganalisaan fakta-fakta, seseorang
harus dalam keadaan bebas dari segala tekanan dan tidak dipengaruhi oleh
kepentingan pihak tertentu.
- Berasas manfaaf; kesimpulannya harus bersifat umum dan bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang berkepentingan dalam dakwah.
- Relatif; apa yang ditemukan atau ynng disimpulkan
tidak dimutlakkan kebenarannya, dalam arti memungkinkan untuk diuji oleh
temuan berikutnya atau temuan orang lain
Melakukan tabayyun dalam arti penelitian tersebut sudah lama melekat
dalam tradisi keilmuan Islam. Sejarah kebudayaan Islam, yang diwarnai
oleh temuan para sarjana-sarjana muslim macam Al Faraby, Al Khawarizmi,
Ibn Khaldun, Imam Gazali, dan banyak lagi para ilmuwan abad pertengahan,
telah mengembangkan model-model riset seperti itu. Ibnu Khaldun adalah
yang kemudian membagi model-model riset menurut Islam, seperti berikut:
- Riset Bayani; yakni penelitian yang ditujukan untuk
mengenali gejala alam dengan segala gerak-gerik dan prosesnya.
Misalnya, mengenai kenapa kupu2 berwarna-warni; kenapa ikan terdiri
bergaman jenis dan bagaimana cara hidup dan pola makananya.
- Riset Istiqra’i: Yaitu penelitian yang ditujukan
untuk mencari kejelasan pola-pola kebudayaan dan kehidupan sosial
manusia. Ini yang kemudian berkembang menjadi riset ilmu sosial.
- Riset Jadali: yakni riset yang dimaksudkan untuk mencari hakekat atau kebenaran yang didasarkan oleh cara berpikir rasional (rasionale exercise). Di sana biasa digunakan ilmu mantiq dan filsafat.
- Riset Burhani: yakni riset untuk tujuan eksperiman.
Misalnya atas temuan obat tertentu, dilakukan tes di laboratorium.
Contoh lain, mencobakan metode baru dalam pembelajaran terhadap
siswa-siswa sekolah.
- Riset Irfani: riset yang secara spesifik menjelajah hakekat ajaran Islam. Pada gilirannya menghasilkan ilmu tasawuf.
Mirip dengan istilah tabayyun, dalam al Qur’an adalah apa yang disebut nazhara, yang fiil amr-nya adalah unzhur, yang artinya: lihatlah, amatilah. Ilmu pengetahuan diperoleh melalui proses yang disebut intizhar,
yaitu dimulai dari pengamatan terhadap kenyataan (realitas) atau
pengumpulan data, kemudian dilakukan analisa, dan menarik kesimpulan.
Istilah tersebut ada hubungannya dengan nazhar, dalam bahasa Indonesia berkembang menjadi kata nalar.
Perintah melakukan intizhar dalam firman Allah biasanya
dalam rangka mengenal lebih jauh ke-mahabesaran Allah atau untuk dapat
mengenal sesuatu gejala secara mendalam.
Katakanlah: “Ber-Intizharlah kamu terhadap segala macam gejala di
langit dan di bumi. (Bila tidak demikian) tidaklah memberi manfaat
sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah untuk orang-orang yang tidak
beriman. (Q.S. Yunus; 10: 101).
Ada beberapa hikmah lain tabayyun atau instizhar, yang bisa dipetik:
(1) memperluas wawasan. Karena salah satu aspek dalam tabayyun adalah
melakukan telaah dengan membandingkan suatu data dengan data yang lain,
dan mengkaitkan dengan sekian banyak referensi. Sebelum akhirnya menarik
kesimpulan; (2) Mengusung pendalaman pengetahuan. Mengetahi secara
mendalam atas sesuatu masalah akan menumbuhkan kearifan tersendiri dalam
bertindak; (3) Pengujian atas kebenaran informasi. Terlebih lagi,
informasi yang hanya berdasar isu, sudah seharusnya dikonfirmasi, agar
tidak menimbulkan kesalahpahaman; Adakalanya juga suatu informasi sudah
diyakini kebenarannya, namun tidak tersedia data yang lengkap dan akurat
untuk membuktikan kebenaran itu. Maka melalui tabayyun, akan memperkuat
keyakinan akan kebenaran informasi tersebut.
Tabayyun yang berhasil adalah apabila mampu mengungkapkan
fakta yang bisa dijamin akurasinya, dan analisis yang jernih.
Kejernihan berpikir dalam menghadapi suatu fakta akan membangun kearifan
dalam bertindak. Termasuk kearifan dalam berdakwah. Kebenaran-kebenaran
informasi yang dihasilkan melalui proses yang obyektif, diharapkan juga
akan membangun sikap toleran terhadap orang lain, yang sama-sama
menjunjung tinggi obyektivitas.
Dalam kaitan dengan aktivitas dakwah juga, tabayyun membantu
ketepatan dalam memilih sasaran dakwah. Pengetahuan yang benar yang
diperoleh dari hasil penelitian, terutama menyangkut masyarakat yang
akan dijadikan sasaran dakwah, akan sangat membantu ketapatan dalam
memilih metode berdakwah.
*)Dari berbagai sumber